Header

HOT JAPAN

Keresahan Warga Jepang terhadap PSHT WNI

Keresahan Warga Jepang terhadap PSHT WNI yang Berada di Sana

Dalam beberapa tahun terakhir, meningkatnya jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang tergabung dalam Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan bermukim di Jepang mulai menjadi sorotan, khususnya dari warga lokal dan pihak berwenang setempat. Meski sebagian besar anggota PSHT datang dengan niat baik dan tujuan bekerja, belajar, atau membina kehidupan di negeri Sakura, muncul beberapa kekhawatiran yang tidak bisa diabaikan.

Fenomena Berkumpulnya Massa di Tempat Umum

Kegiatan PSHT yang biasa dilakukan di tanah air, seperti latihan bersama, pengesahan warga baru, atau perayaan ulang tahun organisasi, kini mulai diadakan di berbagai kota di Jepang, terutama di area seperti Tokyo, Osaka, dan Nagoya. Sayangnya, kegiatan yang berskala besar ini terkadang tidak dilaporkan atau tidak mendapat izin dari otoritas lokal. Akibatnya, warga Jepang sering merasa terganggu karena keramaian, kebisingan, atau bahkan kesalahpahaman terkait maksud dari perkumpulan tersebut.

Ketegangan Budaya dan Tata Krama

Salah satu keresahan utama yang muncul adalah perbedaan norma sosial antara masyarakat Jepang yang menjunjung tinggi ketertiban, ketenangan, dan privasi, dengan gaya interaksi sebagian anggota PSHT yang mungkin lebih ekspresif atau bersemangat. Ini kerap menimbulkan salah tafsir dan gesekan kecil di lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja.

Insiden yang Viral dan Pengaruh Media Sosial

Beberapa waktu lalu, beredar video di media sosial yang memperlihatkan sejumlah anggota PSHT mengadakan konvoi motor dan yel-yel di jalan umum. Meskipun kegiatan itu tidak dimaksudkan untuk mengganggu, respons netizen Jepang sangat negatif. Mereka menganggap kegiatan tersebut sebagai bentuk ketidaksopanan dan pelanggaran norma publik Jepang.

Respons dari Pemerintah dan Komunitas WNI

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo telah beberapa kali mengingatkan seluruh organisasi dan komunitas WNI di Jepang agar tetap mematuhi hukum dan adat setempat. KBRI juga berupaya menjembatani dialog antara komunitas PSHT dan pemerintah kota untuk mencari solusi damai dan saling menghormati.

Di sisi lain, banyak WNI lainnya yang merasa citra mereka ikut tercoreng akibat ulah segelintir oknum. Oleh karena itu, berbagai komunitas diaspora Indonesia mulai mendorong pendekatan edukatif, seperti seminar budaya Jepang dan pelatihan etika hidup di negeri orang.

Jalan Menuju Harmoni Sosial

Organisasi PSHT sebagai wadah persaudaraan seharusnya mampu menjadi contoh teladan dalam menjunjung nilai-nilai perdamaian dan tata krama. Dengan memahami adat Jepang, menghormati lingkungan sekitar, serta menjalin komunikasi terbuka dengan warga lokal, keberadaan PSHT dan WNI lainnya justru bisa memperkuat hubungan bilateral dan menampilkan wajah Indonesia yang positif di mata dunia.

Sudah saatnya seluruh pihak berkaca dan bersinergi agar konflik kultural tidak menjadi penghalang dalam mewujudkan masyarakat multikultural yang harmonis, khususnya di negara maju seperti Jepang.

Ditulis oleh: Tim Redaksi

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق